Pemilu
atau Pemilihan Umum bukanlah hal yang baru bagi kita, Pemilihan Umum
Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan
pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling
demokratis, karena jauh dari pengaruh-pengaruh buruk terutama money politik
( Politik Uang ).
Memilih pemimpin, entah itu kepala daerah,
anggota DPR dan Presiden sacara langsung telah menjadi sistem yang dianut
bangsa Indonesia masa kini. Cara ini diyakini sebagai cara yang paling nyata
terwujudnya pemimpin yang berkualitas, meski dalam kenyataannya
masyarakat/rakyat Indonesia masih belum mendapatkan tarap hidup yang sejahtera.
Jumlah
pemilih yang memiliki hak pilih untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden 2014
dalam negeri ialah laki-laki 94.301.112, perempuan 93.967.311, jumlah total
188.268.423. Sedangkan untuk DPT dari luar negeri, laki-laki 919.687, perempuan
1.119.024, jumlah total 2.038.711. Jumlah total pemilih keseluruhan, laki-laki
95.220.799, perempuan 95.086.335. Jumlah total DPT Pilpres 2014 190.307.134.
Dilihat dari kondisi dan keadaan yang kian semberawut, banyak peluang
terjadinya pengaruh-pengaruh bebas terhadap pemilih, termasuk money politik dan
sejenisnya. Bayangkan saja, oleh karena lahirnya mosi tidak percaya terhadap
para pemimpin bangsa karena perbuatan-perbuatan hina mereka seperti korupsi,
maka para pemilih pun kian malas dan jenuh untuk memilih. Kebanyakan asumsi
mereka adalah :“Untuk apa memilih, tidak
ada gunanya, toh nanti mereka juga akan korupsi lagi. Ngabisin uang rakyat lagi
demi kepentingan-kepentingan pribadi mereka.” Akibat dari itu, muncul efek
yang tidak disadari bahkan menjadi semacam sistem tersirat, “Kecuali mereka ngasih duit sama kita.”
Atau memberikan semacam keuntungan tersendiri bagi pemilih. Misalnya, Timses
dijanjikan pada posisi A, posisi B dan posisi-posisi strategis lainnya.
Memilih
Diantara Dua Pilihan ( Galau… He )
Dari asumsi-asumsi yang telah dikemukakan di atas, tentu sudah dapat kita gambarkan. Ada 2 pilihan yang akan dipilih oleh pemilih. Pertama,pemilih yang akan memilih. Kedua, pemilih yang tidak akan memilih. Tak dapat dipungkiri bahwa tingkat ‘golput’ dalam setiap penyelenggaraan pemilu di negeri kita baik Pemilukada, Pemilihan Legislatif, atau Pemilihan Presiden dari masa ke masa masih tinggi bahkan cendrung bertambah. Hal ini bisa saja dikarenakan rakyat ( pemilih ) memiliki “mosi” tidak percaya terhadap pemimpin/pejabat yang ada sekarang ini, sehingga logis saja jika asumsi-asumsi di atas menjadi pandangan mereka dalam menghadapi Pemilu.
Namun,
masih banyak pula diantara pemilih yang tetap menjaga idealisme-nya dalam hal
memilih pilihan mereka. Pemilih yang seperti ini adalah ia yang tak dapat
terpengaruh atau dipengaruhi oleh siapa pun dan oleh bentuk apa pun yang
bersifat menguntungkan pribadinya, bahkan, tidak akan dapat terpengaruh dan
dipengaruhi oleh janji-janji calon secara umum. Misalkan, calon A berjanji akan
mengangkat setiap guru honorer di seluruh Indonesia kalau dia terpilih. Ada
lagi calon B yang menjanjikan akan menaikan upah pekerja sesuai UMR/UMP. Maka,
seorang pemilih yang idealis tidak akan memilih karena ada keuntungan secara
pribadi atau pun secara umum, tetapi akan memilih sesuai dengan hati nurani dan
pandangannya atau dalam kata lain ia bisa disebut sebagai PEMILIH IDEOLOGIS.
Pemilih
Ideologis adalah pemilih yang selalu mempertimbangkan pemilihannya berdasarkan
pandangannya atau dalam kata lain berdasarkan keyakinannya, bukan berdasarkan
pengaruh-pengaruh lahiriyah. Maka, seorang pemilih ideologis akan mantap dalam
memilih calon pemimpinnya, akan yakin dalam menjatuhkan pilihannya, karena ia
memilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ilmunya dan keyakinannya.
Artinya, seorang pemilih ideologis akan memilih calon pemimpinnya berdasarkan
keyakinannya atau ideologinya, bahkan ketika ia tidak memilih calon pemimpinnya
pun bukan atas dasar bingung, atau tidak kenal dengan calon pemimpinnya, atau
bukan karena tidak ada “income” bagi
pribadinya, melainkan atas dasar pandangannya, keyakinannya atau ideologinya.
Maka sebetulnya jika kita mau mencermati dan jujur terhadap diri kita sendiri
inilah pemilih yang idealis, inilah pemilih yang berkualitas, inilah pemilih
yang cerdas dan inilah pemilih yang kritis. Yakni pemilih yang memilih atau
tidak memilihnya pun berdasarkan ilmu dan keyakinannya bukan berdasarkan “iming-iming” yang ditawarkan dan
diberikan yang akhirnya akan menuntut pejabat-pejabat kita atau
pemimpin-pemimpin kita melakukan perbuatan hina, yakni korupsi. Bagaimana tidak?
Mau tidak mau, disadari atau tidak dengan cara-cara seperti itu akan membuahkan
sistem kejam yang tersirat. Bayangkan saja, materi yang telah dikeluarkan untuk
mempengaruhi pemilih agar memilih dirinya akan menuntut bagaimana caranya modal
yang telah dikeluarkannya bisa kembali dalam waktu singkat. ( udah kaya ngepet
aja…. He ).
Memilih
Pemimpin dalam Pandangan Islam ( Sekilas Sebagai Gambaran )
Dalam Pandangan Islam memilih Pemimpin tidak bisa dilepaskan dari Iman.
Memilih Pemimpin seperti juga amalan-amalan lain yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Alloh swt. Di samping itu, memilih Pemimpin memerlukan pengetahuan yang cukup
tentang siapa yang akan memimpin dan apa yang akan dikerjakan pemimpin tersebut
serta bagaimana cara memimpin. Selain dari
pada itu, langkah pertama yang harus diperhatikan oleh kita ( sebagai Muslim
yang ta’at ) adalah sistem atau tata cara yang dipakai atau dipergunakan.
Apakah sudah sesuai dengan sistem atau cara yang tertera dalam Kitabulloh dan
Sunnah Rosul saw? Apakah sudah sesuai dengan kehendak Alloh swt? Jika tidak
inilah hal yang perlu kita evaluasi bersama.
Paling tidak Alloh swt telah
membimbing kaum
Muslimin dan Muslimat dalam hal
memilih
pemimpin melalui beberapa ayat di dalam Al Qur-an, antara lain :
“Janganlah
orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi Pemimpin dengan
meninggalkan orang-orang Mukmin. Barangsiapa berbuat demikian niscaya lepaslah
dia dari pertolongan Alloh, kecuali karena (siasat) memelihara
diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Alloh memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) –Nya. Dan
hanya kepada Alloh kembalimu.” (QS 3 : 28. )
“Sesungguhnya Pemimpin kamu hanyalah Alloh, Rosul-Nya dan orang-orang beriman yang
mendirikan sholat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk kepada Alloh,” ( QS 5 : 55 )
Dari ayat di atas, jelaslah bahwa orang yang beriman, orang
yang mendirikan sholat dan orang yang telah menunaikan zakat belum tentu ia
telah tunduk patuh sepenuhnya kepada ketetapan-ketetapan Alloh swt. Dan begitu
pula menurut ayat di atas bahwa yang berhak dan pantas dipilih menjadi seorang
pemimpin hanyalah ia yang tunduk terhadap ketentuan-ketentuan Alloh swt. Itulah
minimal criteria yang harus kita pegang dalam menentukan pilihan kita nanti.
Rasulullah Muhammad saw juga mengingatkan :
“Setiap kamu
adalah Pemimpin, dan setiap kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya.” (
HR Buchari dan Muslim)
Sesungguhnya jika negeri ini mau jujur, jangankan dalam perspektif Islam,
dalam kacamata konstitusi negarapun Pilpres yang akan diselenggarakan pada Rabu, 9 Juli 2014 nanti masih belum benar-benar sesuai dengan Konstitusi Negara
Kesatuan Republik Indonesia yakni Pancasila terutama sila ke-4 dan UUD 1945. Belum lagi mahalnya ongkos Pemilu di
negeri kita akan membuat borosnya APBN. Bahkan tak tanggung-tanggung, sistem pemilihan
di negeri kita ini disebut-sebut sebagai sistem pemilihan TERMAHAL DI DUNIA. Pada hal kita tau bahwa negeri kita ini adalah
negeri yang rakyatnya termiskin, tarap kesejahteraannya terendah ( Ckckc ….. ko
bisa terbalik gto ya! Cape deh!!!). Oleh sebabnya lagi-lagi ini harus menjadi bahan
evaluasi kita bersama.
Demikianlah sedikit pemaparan yang dapat disampaikan, semoga
Anda dapat mantap memilih pilihan sesuai dengan pandangan dan ideologi Anda.
Selamat memilih!!!
Wallohu’alam.
Billahi
fie sabilil haq.Penyusun
(Al-Faqir Ilalloh )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar